Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Advokasi kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, Putri Kanesia menyatakan pihaknya bakal mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait berkas dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Munir. Putri mengungkapkan rencana PK saat ini masih terkendala lantaran pihaknya belum menerima salinan putusan kasasi dari MA sejak 2017. "PK sangat mungkin kami ajukan karena itu upaya hukum luar biasa. Cuma karena sampai sekarang kami belum dapat salinan putusan jadi belum bisa," ujar Putri saat ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Kamis (13/9). Pada Juni 2017, MA memperkuat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang mengabulkan permohonan Kementerian Sekretaris Negara untuk membatalkan putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang memerintahkan agar hasil penyelidikan TPF Munir diumumkan secara resmi ke masyarakat. Hasil penyelidikan itu tidak dapat diumumkan lantaran Setneg mengaku tak memiliki dokumen terkait. Padahal, menurut Putri, Setneg memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengurus dokumen tersebut. "Yang paling penting bagaimana hakim bisa melihat sejauh mana Kemensetneg bertanggung jawab terhadap dokumen tersebut," katanya. Apabila pihaknya mengajukan PK, Putri berharap proses pemeriksaaan dapat dilakukan secara terbuka di tingkat pengadilan negeri. Hanya saja ia harus menunggu sampai salinan putusan itu diterima secara resmi dari MA. "Jadi kami bisa melihat sejauh mana hal-hal yang tidak harus dilanjutkan atau mungkin tidak dipahami majelis hakim," imbuh Putri. Sementara itu peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Bivitri Susanti menilai majelis hakim PTUN maupun MA tak memahami perihal dokumen TPF Munir yang mestinya dibuka ke publik.Dalam pertimbangan putusan, MA menyatakan bahwa Setneg memang tak berwenang menyimpan atau pun mengelola sumber pencari fakta semacam dokumen TPF Munir. Padahal, menurutnya, TPF itu berada di bawah kewenangan Kemensetneg sebagai bagian dari lembaga kepresidenan. "MA juga tidak memahami definisi informasi publik, karena yang dipahami informasi ini berkaitan dengan penyelenggara negara. Sementara pekerjaan TPF ini seakan-akan tidak masuk ke situ," tuturnya Munir tewas setelah diracun dalam penerbangan Jakarta menuju Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004. Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono saat itu menerbitkan Keputusan Presiden tentang pembentukan TPF Munir. Keppres itu mengatur bahwa laporan hasil penyelidikan TPF selama enam bulan harus disampaikan kepada publik. Namun hingga kini hasil penyelidikan itu tak pernah dibuka ke publik. (wis) Let's block ads! (Why?) via CNN Indonesia https://ift.tt/2QrJA2J |
0 Comments:
Post a Comment