Thursday, September 13, 2018

Jalan Keselamatan Demokrat Itu Bernama 'Dua Kaki'

Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Demokrat dituding memainkan politik dua kaki karena membebaskan sebagian kadernya untuk mendukung bakal calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Partai Demokrat sendiri, dalam Pilpres 2019 telah mengusung dan mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Atas dasar itu, kritikan dan sindiran pun dilayangkan ke 'Cikeas'. "Partai bingung," demikian sindiran Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Pusat Partai NasDem Effendi Choirie menyebut Partai Demokrat.

Tapi, ketua Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak mau ambil pusing dengan sindiran terhadap kubu Cikeas itu. "Kalau satu kaki, pincang dong," kata AHY.

Begitu juga dengan Prabowo Subianto, bakal capres yang diusung koalisi PKS Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.

"Saya kira itu kalau bahasa politik sekarang itu 'digoreng' ya," katanya" Terserah Andalah (media) mau digoreng ke arah mana, mau pedes, ma u asem, ya kan. Santai saja," kata Prabowo.

Walaupun begitu, strategi dua kaki tetap dinilai merupakan jalan keselamatan partai Demokrat di Pemilihan Umum 2019. Meski secara tidak terang-benderang, hal itu diamini Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief dalam wawancaranya dengan CNNIndonesia TV, Kamis (14/9).

Andi menceritakan awal mula partainya menerapkan strategi, yang menurut sebagian politikus dan pengamat politik sebagai strategi dua kaki.

Jauh sebelum Prabowo memutuskan untuk menggaet Sandiaga Uno sebagai pendampingya, Demokrat telah mendesain strategi untuk menduetkan Prabowo dengan AHY.

"Kita mendesain untuk memenangkan Prabowo jauh sebelum diputuskan (dengan Sandi) memang desainnya dengan AHY," kata dia.

Jalan Keselamatan Demokrat Itu Bernama 'Dua Kaki'Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ketua Umum Partai Gerimdra Prabowo Subianto, 30 Juli 2018. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Demokrat, menurut Andi telah memiliki taktik untuk memenangkan Prabowo-AHY.

"Big data sudah kita buka, strategi kita buat, kemudian diputuskan bersama Sandi tentu Partai Demokrat bergejolak secara internal, secara strategi taktik," katanya.

Sejak Prabowo memilih Sandiaga, tentunya, strategi pun berubah. Sebab itulah, Demokrat memutar otak untuk mencari formula yang tepat untuk memenangkan Prabowo-Sandi.

"Sejak 10 Agustus kami coba testing the water ke publik, untuk memenangkan Prabowo dengan AHY dan memenangkan Prabowo dengan Sandi bagi Demokrat yang sungguh-sungguh ingin memenangkan Prabowo, caranya berbeda," katanya.

Namun, sejak pertemuan Prabowo dengan SBY, Rabu (12/9), Andi mengklaim Demokrat telah menemukan formula yang tepat untuk memenangkan Prabowo-Sandi.

"Alhamdulilah, sudah dikonfirmasi Prabowo sudah ketemu jalannya," katanya.

Dikatakannya, bila dulu Prabowo berduet dengan AHY, Partai Demokrat tak perlu repot u ntuk bekerja keras di pemilihan legislatif karena secara tidak langsung mendapatkan efek ekor jas (coattail effect) dari keikutsertaan AHY di Pilpres.

"Partai kita selamat. Kita punya strategi Prabowo menang, partai kita juga selamat," katanya.


Keputusan Prabowo memilih Sandiaga itu diakui Andi sempat membuat partainya bergejolak secara internal, karena harus mengubah strategi.

"Itu yang sebenarnya satu bulan ini yang bergejolak, bukan karena tak setia pada pasangan prabowo tapi dalam rangka formulasi yang pas agar partai kita tak tenggelam," katanya.

Prabowo pun, diklaim Andi memahami persoalan Gerindra tersebut, dan tahu Partai Demokrat tidak akan berkhianat.

"Partai demokrat salah satu yang jadi pertimbangan Prabowo diajak berkoalisi dengan dia, karena kita tak pernah berkhianat dan dua kaki," katanya.

Lagipula, katanya, isu dua kaki yang selama ini berembus kencang, pernah dibicarakan Prabowo sebelum Sandiaga terpilih sebagai cawapres. Demokrat, tentunya, juga mempertimbangkan sosok Prabowo sebelum memutuskan mendukungnya. Terutama dugaan keterkaitan antara Prabowo dengan politik identitas.

"Berdasarkan polling internal di lima, enam daerah, Partai Demokrat ini korban pol itik identitas yang sekarang. Daerah-daerah kami yang nonmuslim yang partai demokratnya ada dan besar terpengaruh dengan identitas, di mana pak Prabowo dan Sandi diidentikkan dengan itu," katanya.

Tentunya, bila Demokrat memaksakan untuk mendukung Prabowo-Sandi di daerah itu, maka elektabilitas partai akan tergerus.

"Kalau kita paksakan bisa kami pastikan kantung suara untuk legislatif pasti hilang. Tapi sekarang sudah ketemu formulanya agar kita berkewajiban memenangkan Prabowo tapi caleg kita bisa eksis," katanya.

Andi juga pernah mengungkapkan strategi yang akan dipakai Demokrat di Pemilu 2019. Melalui akun twitternya @AndiArief_, dia menggunakan istilah strategi 55.

Strategi tersebut merujuk pada target perolehan persentase suara partai koalisi pendukung Prabowo-Sandi, yakni Gerindra, PKS PAN, serta Demokrat.

"Strategi Koalisi empat partai ini akan dinamakan Strategi 55. Apa itu? Sukses pilpres dengan suara dukungan hasil pemilu diharapkan G erindra 25%, Demokrat 15%, PAN 8% dan PKS 7%. Inilah yang harus publik ketahui dan sengaja diumumkan agar mendapat dukungan," kata Andi.


Menanggapi itu, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun berpendapat strategi yang dilakukan Demokrat itu cukup realistis.

Menurutnya, angka 55 persen merupakan angka aman. Demokrat juga tidak akan mendapatkan coattail effect dari pasangan Prabowo-Sandi, sehingga harus memutar otak untuk meraup suara di Pileg 2019.

"Prabowo-Sandi coattail effect akan ada pada Gerindra," ujarnya.

Ubed menilai Demokrat yang baru bergabung dengan koalisi pengusung Prabowo-Sandi di menit-menit akhir akan mendapatkan efek yang paling rendah.

"Persentasenya tidak sebesar partai pendukung utama," ujar Ubedilah.

Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada Wawan Masudi sebelumnya berpendapat Demokrat ragu bahwa pasangan Prabowo-Sandi dapat mendongkrak elektabilitas partai khususnya di Pileg 2019.

Kader di daerah melihat Jokowi-Ma'ruf lebih berpotensi membantu mereka menjaring suara ketimbang Prabowo-Sandi.

Dalam k ondisi ini, DPP Demokrat tak bisa berbuat apa-apa karena keberhasilan partai di Pileg, kata Wawan, tak hanya bergantung pada pimpinan pusat, melainkan juga kalkulasi elite daerah atau DPD.

Sebab itu, partai harus bermain dua kaki untuk menyelamatkan partai. Hal itu menurut Wawan wajar terjadi karena Pilpres 2019 digelar serentak dengan Pileg.

(dis/ugo)

Let's block ads! (Why?)



via CNN Indonesia https://ift.tt/2N8uRMa
RSS Feed

If New feed item from http://ftr.fivefilters.org/makefulltextfeed.php?url=https%3A%2F%2Fwww.cnnindonesia.com%2Frss&max=3, then Send me an em


Unsubscribe from these notifications or sign in to manage your Email Applets.

IFTTT
Share:

Related Posts:

0 Comments:

Post a Comment