Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga swadaya masyarakat Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai Partai Demokrat dan Partai Perindo paling tertutup mengenai calon anggota legislatif mereka usung buat Pemilu 2019. Sebab, hampir semua informasi latar belakang caleg tidak dipaparkan oleh kedua partai tersebut. Klaim itu berdasarkan data KPU yang diteliti Formappi dari 13 Agustus hingga 4 September 2019. Formappi menemukan 26 persen atau 2.075 caleg yang datanya tak mau dipublikasi. Sementara sebanyak 18 persen atau 1.457 caleg tanpa data. Sedangkan caleg yang latar belakangnya diketahui mencapai 4.460 caleg atau 56 persen. "Partai Demokrat dan Perindo paling banyak bahkan semua calegnya tidak ada profile nya. Di Demokrat semua ya kalau di Perindo sekitar 550-an," ujar Peneliti Formappi, Lucius Karus dalam jumpa pers di kantor Formappi, Jakarta, pada Jumat (14/9).
Lucius juga mempertanyakan alasan mengapa kedua partai itu enggan mengisi data caleg mereka dengan lengkap. Padahal hal ini menjadi acuan para pemilih buat mengenal para wakil mereka yang akan duduk di parlemen.Formappi lantas mencurigai tiga hal dari sikap Partai Demokrat dan Partai Perindo soal latar caleg. Diduga para caleg ingin menyembunyikan sesuatu dari masyarakat sehingga tidak bisa dikritisi atau dicari kelemahannya supaya bisa lolos dan masuk Daftar Caleg Tetap. "Kedua, hal ini menunjukkan ketidakmampuan KPU menjalankan perannya, padahal KPU punya wewenang memaksa para caleg untuk mempublikasikan profilnya," ujar Lucius. Ketiga, kata Lucius kemungkinan KPU dan para caleg bersekongkol menyembunyikan identitas yang sebenarnya melanggar hak-hak pemilih. Tanpa data-data itu, Lucius menganggap para pemilih seperti membeli kucing dalam karung. Mereka tak tahu kemampuan dan rekam jejak calonnya. Jika tidak, pemilih bisa saja terjerembab memilih caleg yang berpotensi berbuat menyimpang seperti korupsi.
"Bagi kami penting selain mendorong napi eks koruptor enggak boleh dicalonkan, jaminan integritas penyelenggaraan pemilu itu penting bagi KPU untuk menyampaikan informasi yang detil kepada publik khususnya terkait profil caleg ini," katanya.Lucius menyebut tidak tersedianya data lengkap ini menjadi wujud kurangnya profesionalitas KPU periode ini. Lucius menilai kekurangan itu mungkin diakibatkan oleh perbedaan pandangan antara KPU dan Bawaslu yang menyita perhatian KPU. "Mestinya sekarang itu bisa lebih baik dengan adanya Silon itu. Hanya saja saya kira banyak masalah yang menyita waktu para komisioner KPU ini, misalnya meladeni tingkah polah Bawaslu yang semakin genit saya kira menjadi masalah. Untuk urusan menyiapkan informasi itu sudah ada upaya hanya saja belum ada maksimal," ujarnya.
Caleg Dinasti PolitikLucius menyatakan dari hasil analisis data KPU, mereka menemukan 58 caleg 2019 juga masih memiliki hubungan kekerabatan antar caleg, caleg dengan elite partai maupun dengan elite lokal maupun nasional. Menurut mereka hal itu menandakan praktik dinasti politik dan oligarki masih terjadi di Indonesia. Menurut Lucius sejumlah caleg yang terindikasi sebagai dinasti politik antara lain terjadi di Partai Golkar. Caleg Daerah Pemilihan Banten I dan II, yaitu Tubagus Haerul Jaman merupakan adik tiri terpidana kasus suap pengurusan sengketa pilkada Ratu Atut Chosiyah. Begitu juga dengan Ade Rosi Khairunissa yang juga merupakan menantu Atut. Keluarga mantan Presiden Soeharto juga berbondong-bondong menjadi caleg dari Partai Berkarya. Di antaranya adalah Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto serta Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto, kemudian Raslina Rasidin dan Muhammad Ali Reza. "Jika mereka terpilih, berpotensi untuk membangun dinasti politik sehingga memperkecil peluang rekrutmen terbuka bagi setiap warga negara, dan berpeluang memunculkan oligarki politik," kata dia.
Hingga berita ini dibuat, CNNIndonesia.com belum berhasil mendapatkan tanggapan dari Partai Demokrat dan Partai Perindo, serta sejumlah caleg yang dianggap lekat dengan praktik dinasti politik. (ayp) Let's block ads! (Why?) via CNN Indonesia https://ift.tt/2CWgsOw |
0 Comments:
Post a Comment