Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia merosot lebih dari dua persen pada perdagangan Kamis, waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan terjadi karena perhatian investor terhadap risiko krisis di negara berkembang dan sengketa dagang yang dapat menyeret permintaan kendati pasokan mengetat. Dilansir dari Reuters, Jumat (14/9), harga minyak mentah berjangka Brent tercatat turun US$1,56 atau dua persen menjadi US$78,18 per barel. Pada Rabu lalu, harga minyak acuan global ini sempat menembus level US$80,13 per barel, tertinggi sejak 22 Mei 2018. Penurunan lebih dalam terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,78 atau 2,5 persen menjadi US$68,59 per barel. Kedua harga acuan mengalami penurunan terbesar harian untuk hampir satu bulan. Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan meski saat ini pasar minyak mengetat dan permintaan minyak global akan mencapai 100 juta barel per hari (bph) dalam tiga bulan ke depan, risiko perekonomian global terus membayangi. "Seiring kita menuju 2019, risiko yang mungkin terjadi pada proyeksi kami berada pada beberapa perekonomian negara berkembang utama, sebagian karena depresiasi kurs terhadap dolar AS, yang mengerek biaya impor energi," papar IEA dalam laporannya yang dikutip Reuters.
Selain itu, IEA juga mengungkapkan risiko juga berasal dari eskalasi perang dagang.Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger mengungkapkan pasar sempat tergelincir di awal sesi perdagangan seiring perhatian investor terhadap faktor-faktor penekan harga (bearish) yang diungkap IEA. Harga kembali merosot, lanjut Yawger, setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan pihaknya tidak sedang berada di bawah tekanan untuk membuat kesepakatan dagang dengan China. Pernyataan tersebut dilontarkan Trump melalui cuitan akun Twitternya. Berdasarkan sebuah survei, perusahaan AS di China dirugikan dengan memanasnya perang dagang antara Washington dan Beijing. Hal itu mendorong para negosiator bisnis AS untuk mendesak pemerintahan AS mempertimbangkan kembali pendekatan dalam sengketa dagang tersebut. Gedung Putih telah mengundang perwakilan pemerintah China untuk memulai kembali pembicaraan soal perdagangan di tengah persiapan AS untuk mengeskalasi perang dagang melalui pengenaan tarif terhadap US$200 miliar impor barang dari China. Sementara, Menteri Perdaganga AS Rick Perry memuji anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, atas upaya mereka dalam mencegah lonjakan harga minyak saat mengunjungi Moskow, Rusia.Dalam catatan Commerzbank, harga minyak dunia terkerek pada pekan ini, didorong oleh penurunan stok minyak AS yang lebih besar dari pada perkiraan, pelemahan dolar AS, dan merosotnya produksi minyak AS. Produksi minyak mentah AS turun 100 ribu bph menjadi 10,9 juta bph pekan lalu seiring industri yang menghadapi hambatan dalam kapasitas pipa. Meski produksi mingguan menurun, berdasarkan estimasi awal Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA), produksi AS kemungkinan bakal menyalip produksi Rusia dan Arab Saudi lebih dini pada tahun ini dan akan menjadi produsen minyak mentah terbesar di dunia. Kendati EIA tidak mempublikasikan proyeksi jangka pendek untuk produksi minyak Rusia dan Arab Saudi, EIA memperkirakan produksi AS akan terus berada di atas Rusia dan Arab Saudi selama sisa 2018 dan di 2019. (agi) Let's block ads! (Why?) via CNN Indonesia https://ift.tt/2MtlaD0 |
0 Comments:
Post a Comment